Kantor Digital
Dulu ketika jaman orde
baru, definisi sebuah kantor adalah sebuah ruangan yang mempunyai meja dan
kursi, memiliki hiasan bendera merah putih, dan pada dinding bagian atas akan
terpampang gambar Presiden dan wakil presiden yang dipigora dengan indah. Di antara
gambar tersebut pasti terpampang replika Garuda Pancasila. Tanpa perlengkapan
tersebut, ruangan itu tidak layak disebut kantor.
Seiring perkembangan jaman,
atribut tersebut mulai hilang. Kini, yang disebut kantor bisa dimana saja,
ruangan apa saja, yang penting bisa bekerja dan berkomunikasi dengan rekan
kerja. Hanya saja, konteksnya masih dalam satu ruangan, atau beda ruangan,
namun tetap dalam satu gedung yang sama. Teknologi internet membuat komunikasi
semakin mudah. Tak ada lagi sekat tembok, ruang, maupun waktu. Kita bisa
berkomunikasi dengan teman, rekanan, atau keluarga hanya dengan memanfaatkan
teknologi. 'video-conferencing' dan
rapat 'online' akan mengubah cara berpikir perusahaan terhadap perjalanan dan
kerja dalam jangka panjang." Claire Schooley, analis pada Forrester
Research, NYT, 22/7.
Semula, ada kemacetan yang
semakin tidak tertahankan di kota-kota besar. Situasi ini lalu melahirkan ide
agar karyawan tak selalu harus ke kantor. Manajemen perusahaan dihadapkan pada
dilema, mendapatkan karyawan produktif dengan mengorbankan kehadiran di kantor,
atau tetap mengharuskan karyawan hadir di kantor dengan kehilangan sebagian
(mungkin juga sebagian besar) waktu dan produktivitasnya.
Ketika kemacetan total di
kota besar, seperti Jakarta, diperkirakan datang lebih awal—bukan lagi tahun
2014, melainkan tahun 2011, atau 2012, bayangan akan "hidup tua di
jalanan" semakin melahirkan rasa tak nyaman, khususnya bagi karyawan yang
tiap hari harus ke kantor.
Namun, pada sisi lain,
konsep tidak harus di kantor—lepas dari sifat pekerjaan seorang karyawan
kreatif atau tidak—masih menjadi bahan perdebatan di kalangan manajemen.
Tampaknya, alam pikir tradisional masih mendominasi dalam wacana ini. Namun,
waktu mungkin akan mengubah persepsi tersebut.
Harus diakui bahwa momentum
bagi pendekatan baru dalam cara orang bekerja ini bertambah lagi dengan
munculnya perkembangan baru, yakni makin mahalnya harga bahan bakar
dan—sebelumnya—diperolehnya teknologi yang memungkinkan orang bekerja dari jauh
(luar kantor). Bahkan, makin luasnya penggunaan internet membuat orang bisa
bekerja dari titik mana pun di dunia. Itu sebabnya istilah www yang semula
hanya berarti world wide web kini juga berarti world wide workplace, atau
"tempat kerja di mana pun di dunia".
Rapat virtual
Di harian The New York
Times, Selasa (22/7), Steve Lohr menulis feature tentang makin banyaknya
perusahaan mengadakan rapat virtual karena biaya perjalanan semakin mahal.
Peserta rapat semacam itu,
seperti dituturkan oleh karyawan Accenture Jill Smart, semula merasa ragu, tapi
setelah hadir di ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas konferensi video—atau
juga dinamai telepresence—dan merasakan sendiri suasana demikian nyata, ia
dalam tempo 10 menit lupa bahwa ia tidak bersama-sama dengan mitra konferensi
dalam ruangan itu. Maklum saja, Nona Smart ada di Chicago dan mitra
konferensinya ada di London. Accenture
kini telah memasang 13 ruang konferensi video di kantor-kantornya di seluruh
dunia dan berencana menambah 22 ruang lagi sebelum akhir tahun ini.
Cara rapat virtual ditempuh
guna menghindari 240 perjalanan internasional dan 120 perjalanan domestik yang
harus dilakukan oleh stafnya dalam bulan Mei saja. Langkah itu diyakini dalam
setahun bisa menghasilkan penghematan jutaan dollar. Tetapi yang juga diperoleh
adalah staf terbebas dari kehilangan jam kerja produktif, yang memang akan
hilang kalau mereka harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan.
Jadi, dengan semakin
meningkatnya biaya perjalanan dan hal itu juga membuat maskapai penerbangan
mengurangi layanan, perusahaan—besar dan kecil—mengkaji kembali rapat tatap
muka (face-to-face meeting), juga perjalanan bisnis.
Tentu saja langkah ini
harus ditopang oleh pendukung yang tidak lain adalah teknologi yang kini sudah
mencapai titik di mana ia praktis (atau tidak sulit digunakan), harganya
terjangkau, dan lebih produktif guna memindahkan bit-bit digital daripada badan.
Diperkirakan, arah baru ini lebih dari sekadar reaksi atas meningkatnya biaya
perjalanan dan pelemahan ekonomi.
Pada masa lalu juga sudah
ada ramalan bahwa teknologi bisa menggantikan perjalanan. Namun, dulu hal itu
dinilai prematur. Kini, teknologi disebut telah bisa membuktikan janjinya.
Adanya investasi besar pada jaringan telekomunikasi, perangkat lunak, dan
peningkatan pengolahan komputer mendukung munculnya kemajuan yang ada.
Kini, pilihan yang ada
sudah banyak, mulai dari sistem telepresence yang mahal seperti dibuat oleh
Cisco dan HP hingga teknologi kolaborasi yang dikenal sebagai web conferencing,
online document sharing, wikis, dan teleponi internet.
Tidak heran kalau kemajuan
teknologi ini semakin luas dimanfaatkan oleh perusahaan besar dan kecil. Rapat
via internet kini semakin banyak digunakan untuk pelatihan dan presentasi
penjualan. Dengan penggunaan cara kerja baru ini, perusahaan ada yang bisa
menghemat sampai 60 persen, dan waktu rata-rata untuk menuntaskan penjualan
baru dipangkas sampai 30 persen.
Perkembangan ini memang
menyisakan pertanyaan, apakah dengan tren baru ini lalu rapat tatap muka akan
ketinggalan zaman? Atau apakah sudah tidak akan ada lagi karyawan yang bekerja
dengan menyusuri jalan raya? Ternyata, yang ditekankan di sini adalah bahwa
perkembangan situasi dan kemajuan teknologi digital hanya sebagai cara untuk
membuat perjalanan kerja lebih selektif dan lebih produktif.
Kesimpulan:
Dengan semakin
berkembangnya jaman, teknologi pun semakin canggih. Digital telah banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari bahkan sekarang telah sampai pada
perkantoran. Karyawan tidak perlu datang ke kantor tetapi cukup menggunakan
teknologi.
0 komentar:
Posting Komentar